Selasa, 15 Oktober 2013

Makalah BAB 3: Metode dan Teknik Antropologi Kultural


BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

Banyak orang sering membuat generalisasi bahwa seluruh manusia di dunia memiliki cara berpikir yang sama, perasaan yang sama, sehingga bisa dengan mudah menerima ide-ide global. Antropologi membuka wacana orang dengan lebih luas. Seorang antropolog sering di identikkan dengan kegiatan menggali tanah. Padahal sebenarnya banyak sekali kajian dan aspek yang dipelajari dalam antropologi, tidak hanya sekedar soal peninggalan budaya namun jauh lebih meluas pembelajarannya. Di dalam makalah ini tentunya yang kami buat lebih memfokuskan pada salah satu dari kajian ilmu antropologi yakni antropologi cultural atau budaya. Tentu bagi kita sudah tidak terlalu asing mengenai hal itu, sebab kita sangat sadar dan sering melewatinya dalam kesehari-harian kehidupan. Dan di dalam kajian antropologi budaya inilah yang akan mempelajari fenomena-fenomena bagaimana suatu kejadian dapat berlangsung, bagaimana seseorang dapat bersikap, berperilaku, beradat, serta beradab seperti seberagam di dewasa ini.

Rumusan Masalah
Di dalam makalah dari kelompok kami ini yang akan kami bahas adalah:

  1. Bagaimana suatu teknik dan strategi etnografi berlangsung?
  2. Apakah boleh penerapan antropologi dalam terorisme?
  3. Apa sajakah metode-metode antropologi budaya yang telah diterapkan dari dulu di dunia?

Tujuan Penulisan
Makalah kami memiliki tujuan yakni agar para pembaca dapat mempelajari dan menelaah lebih kritis mengenai aspek kultural/budaya yang ada di sekelilingnya.


BAB II
Isi

Seelumnya ada 4 sub-kajian pada bidang antropologi diantaranya:

1.   Antropologi  Sosiokultural (antropologi kultural; mempelajari perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial dan adat kebiasaan, keanekaragaman)
2.   Antropologi  Arkeologikal (hampir sama dengan antropologi kultural namun lebih mempelajari peninggalan atau fossil-fossil di bumi)
3.   Antropologi  Biologis (mempelajari perubahan pada karakteristik-karakteristik fisik)
4.   Antropologi Linguistik (mempelajari bahasa-bahasa baik yang kuno maupun modern)

Yang akan dibahas adalah mengenai antropologi kultural. Teknik penelitian tradisional yang digunakannya sering juga disebut sebagai etnografi. Teknik etnografi sering dianggap sebagai teknik terbaik untuk meneliti bagaimana orang menjalani kehidupannya dan mengambil keputusan, dan sering ditujukan kepada kelompok kecil.
Untuk pencapaiannya, seorang etnografer mengadaptasi strategi untuk mengumpulkan informasi yakni berpindah dari lokasi ke lokasi, tempat ke tempat, subjek ke subjek untuk menemukan keterkaitan dan ketotalan pada kehidupan sosial pada jangka waktu yang cukup lama. Etnografer yang dulu bahkan awalnya tinggal di tempat kecil lalu mengisolasikan dirinya dari teknologi serta perekonomian modern. Ada beberapa karakteristik pada teknik etnografi diantaranya adalah:


1.      Langsung, tindakan observasi langsung.
Kegiatan yang dilakukan adalah harus memerhatikan detail pada kehidupan aslinya, event-event khususnya hingga hal-hal aneh lainnya. Kadang seorang etnografer bisa mengalami ‘Culture Shock’ yaitu alineasi perasaan kaget atau aneh dimana kultur yang ia terima/pelajari sekarang berbeda dengan yang ia jalankan sebelumnya, namun perlahan-lahan akan bertumbuh dan bisa ia terima. Maka untuk menghindari hal itu (culture shock –red) adalah menjadi partisipan.
  1. Pembicaraan formalitas derajat yang bervariasi.
Pada saat berpartisipasi tentu kita berkontak langsung dan berkomunikasi langsung dengan penduduk di sekitar area tujuannya. Kita dapat menanyakan beberapa pertanyaan dan sekaligus mempelajari mengenai bahasa daerah serta adat yang mereka miliki. Setelah mengerti basic dari bahasa daerah itu kita bisa ke interview dan diskusi mendalam selanjutnya.

  1. Metode geanalogis
Seperti orang biasa lainnya, kita mengenal keturunan kita dengan mencari tahu silsilah keluarga kita. Metode ini juga dapat di lakukan etnografer dengan mengumpulkan data kesilsilahan keturunan melalui link pernikahan atau sanak saudara kelompok tujuan tersebut. Dari data itu kita dapat mengetahui sejarah dan situasi keadaan yang sedang dihadapi kelompok itu sekarang.

  1. Bertemu dengan konsultan/informan disana
Biasanya di lingkungan situ ada orang ‘pintar’ atau semacam kepala sukunya yang bisa etnografer serap info darinya.

  1. Sejarah Hidup
Etnografer mengumpulkan informasi mengenai sebuah kebudayaan melalui sejarah hidup seorang anggota komunitas. Etnografer dapat mengetahui bagaimana pendapat orang tersebut, bagaimana reaksi mereka atas sesuatu, dan mengetahui perubahan-perubahan yang mempengaruhi kehidupan mereka menggunakan strategi emic dan etic.

  1. Penelitian ke masalah khusus
Yaitu karena seorang etnografer terkadang tidak bisa mencari info secara keseluruhannya maka diorientasikan info atau masalah apa yang hendak dicari.

  1. Penelitian Longitudinal ---
Penelitian ini adalah penelitian jangka panjang pada sebuah komunitas, daerah, masyarakat, budaya, ataupun obyek-obyek lainnya, yang dilakukan dengan kunjungan berulang. Biasanya penelitian ini juga dibarengi bersama team-team lain maka sering dianggap juga sebagai penelitian team.



Haruskah Antropolog Studi Terorisme ?
Selama beberapa dekade saya pernah mendengar antropolog mengeluh bahwa pejabat pemerintah gagal untuk menghargai temuan antropologi yang relevan untuk membuat kebijakan informasi. Berdasarkan pengalaman masa lalu, ulama khawatir bahwa pemerintah mungkin menggunakan pengetahuan antropologi untuk tujuan dan cara-cara yang etis bermasalah. Antropologi harus mempelajari tentang terorisme karena antropologi sendiri yaitu ilmu yang mempelajari tentang manusia dan budayanya, tidak seperti sosiologi yang mempelajari tentang manusia dan masyarakatnya, hal ini akan lebih mempermudah para antropolog dalam mempelajari kecenderungan tiap individu dalam melakukan suatu kejahatan. Namun, bukan berarti antropologi dapat melakukan semua hal itu sendiri tetapi juga dibantu oleh ilmu lainnya seperti sosiologi dan kriminologi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam mengukur, dan membandingkan pengaruh indikator sosial, banyak studi antropologi kontemporer memiliki dasar statistik. Bahkan di lapangan pedesaan bekerja, antropolog sekarang lebih mengambil contoh, mengumpulkan data kuantitatif, dan menggunakan statistik untuk menafsirkan mereka. Informasi kuantitatif dapat mengizinkan lebih tepat penilaian persamaan dan perbedaan antara masyarakat. Analisis statistik dapat mendukung dan melengkapi account etnografi kehidupan sosial setempat.
Ciri khas etnografi: Antropolog masuk masyarakat dan mengenal orang-orang mengamati masalah. Mereka berpartisipasi dalam kegiatan lokal, jaringan, dan asosiasi di kota atau pedesaan.

Teori-teori dalam antropologi:

·         Teori Evolusi
Merek Morgan evolusionisme dikenal sebagai evolusionisme unilinear, karena ia menyangka, ada satu line atau jalur yang dilalui semua masyarakat harus berevolusi. Dalam teori evolusi ini berarti setiap manusia akan terus berkembang dari tahapan yang paling sederhana menuju ke masyarakat yang lebih kompleks seiring dengan kemajuan zaman. Tahapan ini akan terus berkembang sampai pada akhirnya individu itu meninggal. Tapi, dalam tahap perkembangan ini tidak ada batasan-batasan tertentu untuk menandai bahwa telah terjadi evolusi.


Menurut Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan tahapan (Dadang Suparlan, 2007:223) yaitu:
1.Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada samapai menemukan api, kemudian manusia menemukan keahlian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar untuk hidup.
2. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
3. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat dari tembikar namun kehidupannya masih berburu.
4. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
5. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam samapai menemukan kepandaian membuat alat-alat atau benda-benda dari logam
6. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat alat-alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
7. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu dan logam
8. Zaman Masa Kini, zaman peradapan klasik sampai sekarang.
·         Teori Fungsionalisme
Teori ini dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang selama Perang Dunia II mengisolir diri bersama penduduk asli pulau Trobrian untuk mempelajari cara hidup mereka dengan jalan melakukan observasi berperan serta (participant observation). Ia mengajukan teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan merupakan bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsional atas kebudayaan menekankan bahwa setiap pola tingkah-laku, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan yang bersangkutan.


·         Teori Configurasional
Pendekatan budaya yang disebut configurationalism. Hal ini terkait dengan fungsionalisme dalam arti bahwa kebudayaan dipandang sebagai terintegrasi. Meskipun sifat mungkin menyebar dalam dari berbagai arah, Benediktus menekankan bahwa ciri budaya memang unik bermotif atau terintegrasi. Mead terutama tertarik pada bagaimana budaya bervariasi dalam pola enkulturasi. Menekankan plastisitas dari sifat manusia, ia melihat budaya sebagai suatu kekuatan besar yang menciptakan hampir kemungkinan yang tak terbatas. Mead lebih tertarik dalam menggambarkan bagaimana budaya yang unik bermotif atau dikonfigurasi daripada dalam menjelaskan bagaimana mereka harus menjadi seperti itu.


·         Teori Neoevolusi

Teori Neo-Evolusi,  lebih menekankan pada pemikiran yang memisahkan arti antara evolusi dengan kemajuan. Perbedaan kedua pemikiran ini menunjukkan apa sesungguhnya manusia, dan perbedaannya dengan makhluk yang lainnya.

Kultural Materialisme

Merupakan orientasi penelitian antropologi pertama kali diperkenalkan oleh Marvin Harris pada tahun 1968 di bukunyaThe Rise of Anthropology Theory”. Untuk Harris, cultural materialism didasarkan pada premis sederhana bahwa kehidupan sosial manusia merupakan respon terhadap masalah praktis keberadaan duniawi. Konsep Harris materialisme budaya dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Karl Marx dan Friedrich Engels, namun materialisme budaya berbeda dari materialisme dialektika Marxis, serta dari materialisme filosofis. Karya Thomas Malthus mendorong Harris untuk mempertimbangkan reproduksi sama pentingnya dengan produksi. Strategi penelitian juga dipengaruhi oleh karya antropolog sebelumnya termasuk Herbert Spencer, Edward Tylor dan Lewis Henry Morgan yang pada abad ke-19 pertama kali mengajukan bahwa budaya berkembang dari kurang kompleks untuk semakin kompleks dari waktu ke waktu. Leslie White dan Julian Steward dan teori mereka tentang evolusi budaya dan ekologi budaya berperan dalam timbulnya kembali teori evolusionis budaya di abad ke-20 dan Harris mengambil inspirasi dari mereka dalam merumuskan materialisme budaya. Pada tahun 1968 dengan Harris yang teorinya Kebangkitan Teori Antropologi, kritik luas dari pemikiran Barat tentang budaya.

Materialisme budaya adalah strategi penelitian ilmiah dan dengan demikian menggunakan metode ilmiah. Pertanyaan utama yang timbul dalam menerapkan teknik ilmu pengetahuan untuk memahami perbedaan dan persamaan antara budaya adalah bagaimana strategi penelitian
memperlakukan hubungan antara apa yang orang katakan dan pikirkan sebagai subyek dan apa yang mereka katakan dan pikirkan dan lakukan sebagai objek penyelidikan ilmiah”.


Prinsip-prinsip teoritis


·         Etik dan perilaku Infrastruktur, terdiri dari hubungan masyarakat terhadap lingkungan, yang meliputi etika dan perilaku (hubungan material)
·         Etik dan perilaku Struktur, etika dan ekonomi domestik dan politik perilaku masyarakat (hubungan sosial)
·         Etik dan perilaku Suprastruktur, etika dan aspek simbolis dan ideasional perilaku masyarakat (hubungan simbolis dan ideasional)
·         Emic dan mental Suprastruktur (Harris 1979:54) (hubungan bermakna atau ideologis)


CULTURE AND THE INDIVIDUAL

Gerakan budaya dan kepribadian merupakan inti dari antropologi pada paruh pertama abad ke-20. Kebudayaan dan kepribadian menurut pandangan Franz Boas dan beberapa murid-muridnya (seperti Ruth Benedict) menentang bahwa dari evolusionis awal, seperti Louis Henry Morgan dan Edward Tylor, yang percaya setiap budaya harus melalui sistem evolusi yang sama hirarkis.

Karena kurangnya keseragaman dalam studi Kebudayaan dan Kepribadian, setidaknya ada lima sudut pandang yang berbeda ketika mempelajari interaksi antara budaya dan kepribadian. Ini cara tertentu membagi lapangan diambil dari LeVine dalam Budaya, Perilaku dan Kepribadian (1982).

Pandangan  pertama dan paling dikenal adalah yang digunakan oleh Ruth Benedict, Mead Margret, dan Geoffrey Gore. Ini dikenal sebagai pendekatan konfigurasi dan gabungan ide Boasian relativisme budaya dengan ide-ide psikologis.

Pandangan kedua adalah bahwa hubungan anti - budaya - kepribadian. Pandangan ini menyatakan bahwa tidak ada kebutuhan untuk membahas jiwa individu. Dalam pandangan ini, manusia telah mengembangkan respon disesuaikan dengan kondisi lingkungan untuk bertahan hidup.

Pandangan ketiga adalah reduksionisme psikologis. Ini melibatkan melihat aspek psikologis individu sebagai penyebab perilaku sosial.

Pandangan keempat adalah mediasi kepribadian yang  dikembangkan oleh Abram Kardiner, psikoanalis, dengan Ralph Linton, seorang antropolog. Mereka berteori bahwa lingkungan mempengaruhi lembaga-lembaga utama, seperti subsisten dan pola pemukiman
, suatu masyarakat. Pandangan ini diambil dari sosiologis dan budaya dengan pendekatan reduksionisme psikologis.

Pandangan kelima adalah sistem yang dikembangkan oleh Inkeles dan Levinson dan Melford Spiro. Mereka menyatakan bahwa budaya dan kepribadian berinteraksi dan menyeimbangkan satu sama lain. Dengan kata lain, budaya dan kepribadian yang saling tergantung dan melacak sepanjang kurva saling berhubungan. Karena praktek sosialisasi khas dalam masyarakat yang berbeda, masing-masing masyarakat memiliki budaya yang unik dan sejarah. Berdasarkan perspektif ini, orang tidak boleh berasumsi hukum universal mengatur bagaimana budaya dijalankan.

Antropologi Simbolik dan Intrepretetif

Clifford Geertz (1973) mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai suatu system keteraturan dari makna dan symbol-simbol. Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Kata-kata adalah persepsi konseptual mengenai dunia, yang terkandung dalam symbol-simbol. Victor Turner (1975) mengelompokkan antropologi simbolik menjadi dua. Pertama, kelompok yang memusatkan perhatian pada system abstrak yang meliputi ahli liguistik, strukturalis dan antropolog kognitif. Kedua, kelompok yang memusatkan perhatian pada symbol dan kelompok dinamika social.

Strukturialisme

Antropologi struktural didasarkan pada gagasan Claude Lévi - Strauss yang berubah struktur-struktur dalam ada di semua budaya dan akibatnya semua praktek-praktek budaya memiliki homolog rekan-rekan dalam budaya lain.
Pendekatan Levi-Strauss muncul sebagian besar dari yang diuraikan oleh Marx dan Hegel, meskipun itu dialektikanya kembali ke filsafat Yunani Kuno. Hegel menjelaskan bahwa dalam setiap situasi ada dapat ditemukan dua hal yang berlawanan dan resolusi mereka. Levi-Strauss berargumen bahwa pada kenyataannya, budaya memiliki struktur. Misalnya, bagaimana menentang ide akan melawan dan juga dapat diselesaikan dalam aturan pernikahan sesuai dalam mitologi dan ritual. Pendekatan ini mengutamakan kepada ide-ide baru dan inovatif. Hanya mereka yang mempraktekkan analisis struktural disadarkan oleh pekerjaan sehari-hari mereka apa yang mereka benar-benar mencoba untuk melakukan : yaitu, untuk menyatukan kembali perspektif yang sempit pandangan ilmiah dari abad terakhir telah terlalu lama diyakini saling eksklusif : kepekaan dan kecerdasan, etik dan emik, kualitas dan kuantitas ,beton dan geometris, serta lainnya seperti yang kita pandang saat ini.




BAB III
Penutup


Kesimpulan

Meski etnografi adalah teknik tradisional jika dibandingkan dengan metode survey (yaitu melakukan teknik sampling atau memberikan quiestionnaire pada penduduk) namun informasi yang didapat bisa lebih kompleks dan detail karena sang antropolog itu turun langsung ke lapangan dan menjadi bagiannya sehingga dapat mencakupi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam metode mengenai istilah-istilah yang telah tersebar di dunia, semua kembalik dengan bagaimana kita memandang diri kita sendiri sebgaia manusia dan sebagai anggota masyarakat dan bagian dari kebudayaan.


 Disusun oleh: Catharine Chelsea, Natasya Olivia, Putra Fadillah

1 komentar:

  1. Baccarat | FEB Casino
    The classic baccarat game is available 바카라 사이트 for only $0.40 per spin on 샌즈카지노 our 제왕 카지노 Baccarat Casino Games. It's a classic way to play that's fun and

    BalasHapus